JAKARTA (RP) - Semua guru honorer harus diangkat menjadi CPNS. Hal itu menjadi salah satu rekomendasi rapat gabungan Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X DPR-RI bersama Mendiknas M Nuh, Menag Surya Dharma Ali, Menpan EE Mangindaan, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara di DPR, kemarin (25/1).
Sementara itu, guru honorer yang tidak dibiayai APBN dan APBD juga harus diperhatikan. Terutama, menyangkut kesejahtaraan mereka.
Rapat gabungan yang dipimpin Ketua Komisi VIII Burhanuddin Napitupulu menyepakati persoalan guru honorer harus segera dituntaskan menyusul segera disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan guru honorer. Untuk mempercepat itu, segera dibentuk panita perja (panja) yang anggotanya gabungan dari Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X.
Tugas Panja memberi masukan untuk RPP agar tidak ada diskriminasi terhadap guru honorer. Masa kerja Panja adalah satu bulan. Dalam rapat itu juga disepakati bahwa kesejahteraan guru juga menjadi bagian tanggung jawab pemerintah daerah. Seperti, gubernur, bupati dan walikota. “Guru yang sudah menjadi CPNS namun belum diangkat harus segera ditetapkan menjadi PNS tanpa adanya seleksi. Melainkan, cukup dengan verifikasi administrasi,” terang Burhanuddin.
Para wakil legislatif meminta persoalan kesejahteraan guru hendaknya menjadi fokus dalam pengangkatan guru PNS. Sebab, syarat pengangkatan guru PNS adalah berkualifikasi S-1 dan berusia maksimum 46 tahun. Wakil Ketua Komisi II Taufik Effendi mengatakan, pengangkatan seorang guru harus memperhatikan faktor status dan kesejahteraan. “Kalau secara status tidak memungkinkan diangkat harus melihat aspek kesejahteraannya. Tidak harus menjadi PNS bisa juga menjadi pegawai tidak tetap,” ujar Taufik.
Dia menjelaskan, pengangkatan guru honorer menjadi masalah sejak terbitnya PP No 48/2005 jo PP No 43/2007 tentang pengang
katan tenaga honorer nenjadi CPNS. Berdasarkan PP tersebut, sejak November 2005 tidak diperkenankan lagi mengangkat tenaga honorer baru. Semua tenaga honorer yang bekerja di sekolah negeri akan diangkat menjadi CPNS paling lama Desember 2009.
Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding menambahkan, bahwa agenda penting lainnya yang dibahas oleh Panja adalah pengangkatan CPNS untuk mengakomodir hasil keputusan DPR pada pertemuan Juli 2008 dan Oktober 2009. Juga, akomodasi guru swasta yang tidak dibayar oleh APBN/APBD di sekolah negeri maupun swasta. “Nasib guru swasta ini tetap tidak boleh dilupakan,” ujarnya
Politisi asal PKB ini menunjuk misalnya, nasib para pengajar honorer di madrasah mulai dari tingkat ibtidaiyah hingga aliyah. “Peran mereka juga tidak bisa diacuhkan begitu saja,” tandasnya.
Sementara itu, Mendiknas M Nuh menjelaskan, sebelum terbit PP 48/2005, dari 900 ribu guru, ada sekitar 104.000 guru yang belum diangkat menjadi PNS. Menurutnya, hal itu terjadi karena ada yang tercecer.
Juga terjadi pembengkakan jumlah tenaga honorer. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), jumlah guru bukan PNS di sekolah negeri pada akhir 2005 ada 371.685 orang. Namun, pada akhir 2009 naik menjadi 524.614 orang.
Nuh mengatakan, pengangkatan guru dibutuhkan untuk mengkover guru yang pensiun. Juga pemerataan distribusi guru ke daerah terpencil yang rasionya masih di bawah standar. Kendati demikian, kata Nuh, pengangkatan guru harus tetap memperhatikan substansi. Seperti, harus berkualifikasi S-1. Tujuannya, kata dia, untuk memenuhi standar kualitas guru.
Mantan rektor ITS itu juga sepakat agar gaji guru minimal harus sama dengan UMR. “Yang penting, persyaratan substansi guru harus dipenuhi. Jika belum S-1 bisa bekerjasama dengan pemda untuk merampungkan pendidikan akademiknya,” jelas Nuh. Namun, kata dia, untuk guru honorer yang tidak dibiayai oleh APBN maupun APBD tidak bisa seluruhnya dibebankan kepada negara. Menurutnya, gaji mereka sebagian bisa dibiayai oleh sekolah atau yayasan.
Sementara itu, menurut Menpan Everett Ernest Mangindaan, pemerintah akan mengurangi pengangkatan tenaga kerja honorer pada 2010. Persentase penerimaan tenaga kerja honorer tersebut menurun dari 65 persen pada 2005 hingga 2009 menjadi 30 persen tahun ini.
Alasan penurunan tersebut, kata Mangindaan, karena sebagian besar tenaga kerja honorer telah diangkat menjadi pegawai tetap. “Kita tidak mau pegawai kita tidak berkualifikasi. Kita butuh SDM yang segar,” ujarnya usai rapat.
Dia menjelaskan, berdasarkan data Kementerian PAN—sejak 2005-2009—tenaga kerja honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) mencapai 899.196 orang dari 920.702. Karena itu, Menpan berharap, tahun ini sekitar 70 persen tenaga kerja yang masuk berasal dari tenaga baru. Menpan bakal mengalokasikan 30 persen untuk tenaga honorer dari alokasi tenaga kerja nasional. “Kita butuh tenaga segar,” ujarnya.
Di awal-awal rapat, sempat terjadi perdebatan, atas perlu tidaknya pertemuan dilanjutkan. Hal itu dipicu karena Menkeu Sri Mulyani yang diundang ternyata absen dalam rapat tersebut. Menurut sejumlah anggota parlemen, ketidakhadiran Menkeu tersebut menjadi salah satu indikasi ketidakseriusan pemerintah menuntaskan masalah honorer di negeri ini.
Selain Menkeu, Mendagri Gamawan Fauzi dan Menkes Endang Rahayu S juga tidak hadir. “Ini memang menjadi pertanyaan, mengapa para menteri itu tidak datang, padahal rapat itu sangat penting,” ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, saat memberi pengantar awal rapat gabungan.(kit/dyn/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar